Featured Post 2

Marhaban. Selamat datang di forum anak-anak Selayar di perantauan. Forum Muslim Ilmiah Selayar (FORMIS)

HIMMATUN 'AALIYAH

Jika ada yang membuat seseorang meraih sesuatu yang tinggi, maka salah satunya adalah cita-cita yang tinggi. Tanpa cita-cita impian besar tidak akan terwujud. Sebab cita-citalah bara api semangat yang senantiasa berkobar, menyulut tenaga meraih impian itu. Jikalaupun sesuatu tercapai tanpa dicita-citakan sebelumnya, maka ia akan kurang berkesan dihati.
Cita-cita yang tinggi menuntut kerja keras dan pengorbanan. Keduanya insya Allah akan senantiasa menjadi kenangan yang berkesan jika seseorang telah menapaki kesuksesannya. Lalu, apakah yang paling pantas dicita-citakan?

Jika cita-cita itu adalah harta yang banyak, harta itu akan segera habis pada waktunya. Atau kita tak akan dapat menikmatinya selamanya. Bahkan sekalipun seseorang memiliki harta melimpah, ia hanya akan bisa makan satu porsi makanan dalam sekali makan, memakai satu pasang pakaian, dan berkendaraan dengan satu kendaraan. Kalaupun ia ingin beragam teknologi, suatu saat ia akan kelelahan dan lelah memuaskan nafsunya itu.
Jika cita-cita itu adalah pasangan yang rupawan, maka ia akan segera tidak rupawan lagi. Entah karena usia atau karena hal lain. Lagi pula, tidak ada seorang pun yang dapat tiap saat menikmati pasangannya yang rupawan itu.
Jika cita-cita itu adalah popularitas, maka popularitas naik dan turun. Kadang naik ketika aksi tertentu dilancarkan, dan kadang turun seiring berjalannya waktu. Dan orang lain akan segera menggantikan. Pamor akan segera turun ketika ada pesaing baru. Orang-orang yang besar dengan tepukan tangan akan segera mangkat seiring melemahnya tepukan tangan itu. Ia akan tersudut ketika tepuk tangan itu berpindah ke orang yang lebih muda. Contoh nyata hal seperti ini tidaklah susah ditemukan.
Jika cita-cita itu adalah jabatan, tahta, maka tahta dan jabatan akan segera sirna. Waktu yang bergulir menuntut regenerasi. Orang-orang baru akan menggantikan orang yang lama. Jabatan hilang dan tahta pun tiada lagi.
Lalu apa yang pantas dicita-citakan?
Bagi seorang Muslim, sebagai konsekuensi syahadatnya, cita-cita tertinggi adalah menatap wajah Allah dan tambahannya, yaitu surga Firdaus. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berpesan kepada umatnya. Jika meminta surga maka mintalah surga Firdaus. Demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendidik umatnya. Dan disanalah kita melihat cita-cita tertinggi itu.
Pernah suatu ketika Rasulullah dan para sahabat menggali parit untuk menghalangi pasukan ahzab menggempur kaum Muslimin di Madinah. Batu-batu terasa sangat keras. Ia tak mau menurut pada kaum Muslimin untuk digali dan dilobangi. Di tengah kesusahan itu, Rasulullah menghentakkan linggisnya dan berseru, kita akan menaklukkan Persia, kita akan menaklukkan Romawi. Lagi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendidik umatnya bercita-cita tinggi.
Suatu kisah yang tak boleh luput dari perhatian kita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, bahwa kaum Muslimin akan menaklukkan kontantinopel. Ia adalah kota terindah di dunia kala itu. Ibu kota imperium Romawi Timur. Selain indah, ia juga memiliki pertahanan yang kuat. Sesuai pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, pemimpin penaklukan itu adalah pemimpin terbaik, dan pasukannya adalah pasukan terbaik.
Adalah Sulthan Muhammad At-Tsani, pemimpin kaum Muslimin yang menaklukkan Konstantinopel. Dialah yang merealisasikan janji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pasukan-pasukan kaum Muslimin telah melakukan beberapa invasi sebelumnya, namun masih menemui kegagalan. Muawiyah radhiallahu ‘anhu misalnya, yang masih merupakan sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, pernah mengirim armada laut namun masih buntu. Barulah setelah 800 tahun wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, penaklukan itu terwujud.
Perlu diketahui, kota Konstantinopel tidak mudah ditembus pasukan asing. Ia memiliki benteng berlapis. Lautnya dijaga rantai besi yang besar. Sehingga tidak ada kapal yang bisa mendekat. Namun, berkat pertolongan Allah. Sulthan Muhammad At-Tsani yang dikenal juga dengan Muhammad Al-Fatih, memimpin pasukan kaum Muslimin mengangkat perahu melalui pegunungan yang jauhnya tidak kurang 3 mil. Perahu yang seharusnya berlayar di lautan kini mendaki gunung dengan bantuan kayu-kayu.
Pagi hari ketika penduduk Konstantinopel terjaga, mereka mendengar teriakan Allahu akbar. Dari jarak dekat. Ternyata pasukan kaum Muslimin telah menembus pertahanan mereka. Singkat cerita, Konstantinopel berhasil ditaklukkan.
Janji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terwujud. Cita-cita yang tinggi ini berhasil ditunaikan
Lalu siapakah sesungguhnya Sulthan Muhammad Al-Fatih? Mari kita lihat tokoh kita ini lebih dekat.
Ketika masih kecil, ia dibimbing oleh seorang guru yang rabbani. Suatu hari ia diajak gurunya berjalan-jalan di pinggir pantai. Sang guru menunjuk jauh. Mengajak pandangan Pangeran Muhammad mengikutinya. Ia menunjuk ke suatu benteng yang cukup jauh.
“Tahukah kamu benteng apa itu?”
“Itulah benteng Konstantinopel. Rasulullah pernah bersabda bahwa ia akan ditaklukkan kaum Muslimin. Tahukah kau siapa yang akan menaklukkannya?”
“Engkau wahai anakku.”
Kira-kira seperti itulah motovasi sang guru kepada pangeran Muhammad.
Sejak saat itu, Muhammad At-Tsani bercita-cita tinggi menaklukkan konstantinopel. Menunaikan janji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Penaklukan besar yang dicapai oleh seorang pemuda yang baru berumur 25 tahun.
Di tengah pasukan kaum Muslimin, juga turut berjuang seorang tua renta yang masih merupakan sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia adalah sahabat Anshar yang pertama kali membukakan pintu menerima Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat beliau hijrah. Ialah Abu Ayyub Al-Anshari, kakek tua berusia 100 tahun lebih. Sejak di madinah dulu, tidak satupun peperangan yang tidak ia ikuti (kecuali satu kali). Dan kali ini, karena cita-cita yang tinggi itu pula, ia turut berjuang dan menemui syahidnya. Sahabat yang mulia ini dikuburkan di dekat benteng Konstantinopel untuk menjadi pelajaran bagi para pemuda Islam
Demikianlah cita-cita tinggi para pendahulu kita. Cita-cita mereka adalah cita-cita ukhrawi yang kekal. Mereka mengharap surga. Karena itu mereka bekerja keras.
Wahai diri yang lemah, apa cita-citamu?
Apakah setiap hari halafan qur’an mu bertambah?
Atau malah dosamu bertambah?
Mesjid Al-Mubaraqah
Malam Ahad, 6 Rajab 1433 
Share on :

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright Formis Official Site 2011 - Some rights reserved | Powered by Blogger.com.
Template Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates and Theme4all