
Beberapa waktu lalu Ketua LPPI Makassar, Ustadz Muhammad Said Abdul Shamad, Lc menerima surat resmi rektor Universitas Padjajaran, Prof. Ganjar Kurnia. Surat ini merupakan balasan atas pertanyaan LPPI tentang gelar guru besar (Professor) dan doktoral Jalaluddin Rakhmat, tokoh Syiah Indonesia. Dalam surat itu tercantum bahwa Jalaluddin Rakhmat belum memiliki gelar guru besar di Unpad. Adapun gelar doktornya, secara administratif Unpad belum menerima ijazahnya.
Selama ini Jalaluddin Rakhmat sang penyebar syiah dikenal dengan gelar “Prof. Dr.”. dalam banyak pertemuan namanya selalu didahului gelar ini. selengkapnya dapat dilihat dihttp://lppimakassar.blogspot.com/2012/04/bertaqiyah-dengan-gelar-professor.html
Oleh Ustadz Said Shomad, surat resmi rektor Unpad tersebut dimasukkan di Fajar sebagai opini, tetapi tidak dimuat. Setelah berselang beberapa hari, akhirnya di muat di kolom surat dari pembaca. Nah, bagaimana tanggapan tokoh syiah lainnya atas surat pembaca Ustadz Said Shomad? Mari kita simak:
DALAM Surat dari Pembaca (SdP FAJAR, 9 Mei 2012) yang ditulis H.M. Said Abd Shamad, dikutip surat dari rektor Universitas Padjadjaran (Unpad) terkait klarifikasi mengenai Prof. Dr. Jalaluddin Rakhmat. Dalam surat tersebut, Rektor Unpad, Prof. Ganjar Kurnia menyampaikan bahwa: 1) Bapak Jalaluddin Rakhmat belum memiliki gelar guru besar di Unpad Bandung, 2) Untuk gelar Doktor (Dr), secara administratif, pihak Unpad belum menerima ijazahnya.
Oleh H.M. Said Abd Shamad, surat itu dijadikan dasar untuk menyimpulkan bahwa Jalaluddin Rakhmat belum bergelar profesor dan doktor, sehingga "dianggap" berdusta dengan mencantumkan gelar tersebut.
Bila surat rektor Unpad tersebut dibaca seksama, dengan akal sehat dan tanpa kebencian, tentu kita tidak serta merta akan sampai pada kesimpulan seperti yang diinginkan si penulis SdP tersebut. 1) Rektor Unpad hanya menyebutkan bahwa Bapak Jalaluddin Rakhmat belum memiliki gelar guru besar di Unpad, bukan berarti beliau belum bergelar profesor (dari perguruan tinggi -PT- lain).
Karena seseorang yang menjadi dosen di sebuah PT tertentu bisa diangkat menjadi Guru Besar di PT lain. 2) Untuk gelar Doktor (Dr), secara administratif pihak Unpad belum menerima ijazahnya, bukan berarti Beliau belum doktor, karena memang Beliau belum menyerahkan ijazahnya.
Saat itu Beliau dalam status “bukan dosen Unpad” setelah "dipecat" karena sikap kritisnya. Oleh karena itu, tidak ada kewajiban bagi Beliau untuk menyerahkan ijazah doktoralnya pada Unpad. Belakangan, Beliau "dipanggil" lagi untuk mengajar di Unpad, tanpa menyelesaikan persoalan administratif menyangkut statusnya sebagai dosen, sehingga pangkat dan golongan Beliau saat ini jauh di bawah mahasiswanya sendiri yang saat ini menjadi dosen.
Sejauh ini, beliau tidak mempersoalkan hal itu, karena pangkat dan golongan, bahkan gelar sekalipun, tidak begitu penting bagi seorang tokoh sekaliber Jalaluddin Rakhmat.
Orang-orang yang rasional, yang meyakini bahwa kapasitas dan kualitas intelektual seseorang tidak diukur dari jumlah gelar yang disandangnya, tetapi dari karya dan kontribusi pemikirannya, akan dengan sadar mengakui ketinggian “maqam intelektual” Ustaz Jalaluddin Rakhmat.
Ustaz Jalaluddin Rakhmat tercatat sebagai anggota beberapa lembaga ilmiah dengan reputasi internasional di beberapa negara. Ia diangkat sebagai anggota, tanpa menanyakan (apalagi meminta bukti ijazah) gelar akademiknya, tetapi berdasarkan karya ilmiah dan kontribusi pemikiran Beliau pada bidangnya.
Beberapa di antara lembaga yang mengangkat Ustaz Jalal sebagai anggota antara lain: International Communication Association, Amerika; American Psychological Association, Society for International Development, Roma, Interkulturelle Gesellschaft fuer Seelsorge, Basel, Swiss; Phi Kappa Phi, Sigma Delta Chi, honor organizations untuk ilmuwan yang bereputasi; International Islamic Publishers, Teheran; dosen terbang di Islamic College for Advanced Studies, London; juga anggota Majma’ al-Alami li Ahl al-Bayt; anggota ISIM, Islam in the Modern World, Leiden, Belanda; anggota The Institute of Contemporary Islamic Thought (ICIT) Toronto; bersama Prof DR Alwi Shihab, menjadi anggota Deutsche Orient Stiftung, Berlin, Jerman (hanya ada 2 orang dari Indonesia yang menjadi anggota perkumpulan para pemikir Timur dan Barat ini).
Untuk diketahui, Ustaz Jalal memang tidak pernah mencantumkan gelar apapun dalam hampir semua buku karyanya. Beliau pun selalu menuliskan nama dalam formulir apapun tanpa menyebut gelar-gelar apapun. Beliau menyatakan, enggan mencantumkan gelar itu karena sedihnya melihat orang yang memajang gelar tanpa kualitas ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan.
Ustaz Jalal masih menjawab makian itu dengan santun. Perhatikan juga bagaimana jawaban-jawaban Ustaz Jalal dalam seminar-seminar yang diselenggarakan di Makassar terhadap makian dan cacian itu.
Bagi Ustaz Jalal, gelar-gelar itu tidak penting, apakah diragukan atau diyakini oleh orang lain. Tidak menjadi hal yang penting bagi beliau, apakah orang lain mau mengakui atau tidak gelar yang disematkan pada namanya. Beliau berkata sambil berseloroh, “Emang gue pikirin?”; belum pernah sekali pun beliau "mendeklarasikan" atau menyebutkan dirinya di hadapan publik sebagai guru besar atau doktor.
Keberadaan gelar-gelar akademik itu tidak menambah besar reputasi Beliau, karena kebesaran Beliau tidak terletak pada gelar-gelar akademiknya. Gelar itu tidak menghias dirinya. Dirinyalah yang menghias gelar itu
Ustaz Jalal tidak mau menjawab sendiri pelbagai tuduhan atau fitnah yang ditujukan pada diri Beliau. Ia takut membalas keburukan dengan keburukan lagi.
Terimakasih kami sampaikan pada FAJAR yang berkenan memuat SdP kami ini.
Syamsuddin B
Ketua Umum PW IJABI SulSel
***
Menurut Anda, bagaimana bobot akademik tanggapan di atas?
Tak perlu keterampilan khusus untuk melacak tidak akademisnya tanggapan PW Ijabi Sul-Sel ini. Bukannya memberi alasan dan bukti bahwa JR tidak berbohong dengan gelar itu, malah beralibi. Yakni mengungkap ‘kebaikan-kebaikan’ JR (itupun kalau layak disebut ‘baik’) tanpa menunjukkan bukti bahwa JR memang tidak berdusta. Ia justur meneyrang balik bahwa ini adalah bentuk hinaan dan makian. Semua alibi ini tentu tak dapat membantah bahwa JR telah berbohong dengan gelar ‘Prof’ dan ‘Dr’.
Ia bahkan telah berhasil mengelabui UIN ALAUDDIN Makassar beserta segenap professor yang mendukungnya.
Wahai pembela kebenaran, yang ingin membersihkan JR dari “hinaan” dan “fitnah”, jawablah pertanyaan berikut ini “dengan akal sehat dan tanpa kebencian”
- “Karena seseorang yang menjadi dosen di sebuah PT tertentu bisa diangkat menjadi Guru Besar di PT lain”. Di universitas manakah JR mendapatkan gelar “Prof"?
- Jika gelar tidak penting bagi orang yang “Gelar itu tidak menghias dirinya. Dirinyalah yang menghias gelar itu” mengapa ia masih mengambil program doktoral by research di UIN ALAUDDIN MAKASSAR?
- Seperti yang anda katakan, “Ustaz Jalal tidak mau menjawab sendiri pelbagai tuduhan atau fitnah yang ditujukan pada diri Beliau. Ia takut membalas keburukan dengan keburukan lagi”. Dapatkah Anda menunjukkan bukti yang bisa membantah “tuduhan dan fitnah” surat rektor Unpad? Tunjukkan!
Dalam menjawab ketiga pertanyaan di atas, ajaklah penolong-penolong Anda sebab “Ustaz Jalal tidak mau menjawab sendiri tuduhan itu”
Mesjid Al-Mubaraqah
Rabu, 3 Rajab 1433
0 komentar:
Posting Komentar